Laman

Senin, 13 Juni 2011

Ketika Pengerjaan TuBes

Banyak hal menarik ketika mengerjakan tugas besar teknik komunikasi ini, terutama ketika shooting untuk film "Hitam dibawah Putih". Karena kami mengambil tema pecinan, maka ada beberapa scene yang backgroundnya pecinan dan secara otomatis kami harus ke pecinan.
Banyak juga kendala yang dihadapi di lapangan, mulai dari tersesat ke daerah antah barantah, susah mencari spot yang bagus viewnya untuk pengambilan gambar, harus shooting di tempat yang ramai, malah sering kami seperti orang aneh di tengah keramaian dan masih banyak lagi yang lain.
Namun banyak hal baru yang kami dapat terutama saya. Saya yang belum pernah ke pecinan sebelumnya menjadi tahu dimana dan bagaimana daerah pecinan, yang ternyata memang memiliki nilai lebih dalam hal keindahan bangunan dan budayanya.Saya menjadi lebih tahu cara komunikasi yang baik dan benar, baik verbal maupun non-verbal. Bisa tahu sedikit menganai proses pembuatan film, karena secara tidak disengaja ketika pengambilan gambar di Pecinan, ternyata ada yang sedang shoting juga di daerah pecinan dengan peralatan lengkap dan profesional. Walaupun sedikit minder ketika itu, namun tetap asik.




Pesan & Kesan untuk MK Tekom:
Kesannya seru, menyengkan, bisa di beri kesempatan membuat film yang mungkin agak sulit terlaksana jika tidak ada tugas MK ini.
Pesan: semoga ada dosen tamunya.


Potensi Wisata Daerah Pecinan


       Kawasan Pecinan sebagai domain ekonomi kota memang telah dikenal umum, bahkan hampir setiap kota di Nusantara ini memiliki Pecinan yang berfungsi sebagai sentra ekonomi dan hunian. Sebagai sebuah komponen perkotaan yang memiliki keunikan dari segi etnisitas dan fungsi (dan latar belakang sejarah) selain perbedaan fisiknya, Pecinan ternyata menyimpan banyak keunikan, potensi dan masalah, baik dalam aspek-aspek perkotaan, arsitektur, dan sosial budaya yang kesemuanya saling jalin menjalin (Sopandi, 2003:15). Pecinan sebagai kawasan kuno banyak mengandung nilai sejarah bagi perkembangan kota baik secara fisik maupun sosial budaya, ini terlihat dari peninggalan masa lalu yang sampai sekarang masih ada. Peninggalan tersebut dapat berupa struktur morfologi kota yang masih bertahan sampai sekarang, kemudian peninggalan berupa bangunan fisik seperti bangunan klenteng dan rumah tempat tinggal yang bercorak ke-
Cinaan. Selain itu juga terdapat kebudayaan khas Pecinan yang merupakan percampuran antara budaya Cina dan lokal seperti seni tari, seni kerajinan maupun seni boga (makanan khas). Melihat potensi yang ada kawasan Pecinan sebagai salah satu unsur perkotaan dapat menjadi suatu pembentuk citra kota sekaligus sebagai aset yang dapat dikembangkan menjadi komoditas melalui pengembangan kawasan Pecinan sebagai kawasan wisata terutama wisata budaya.


     Banyak Pecinan di Indonesia masih menyimpan tradisi Cina, misalnya arak-arakan dan pertunjukan barongsai. Di daerah Pecinan ada pula kelenteng atau tempat bersembahyang bagi masyarakat keturunan Cina. Pada waktu tahun baru Imlek, banyak orang bersembahyang di kelenteng. 


      Sementara definisi Pecinan itu sendiri adalah sebuah wilayah yang mayoritas penghuninya adalah orang Tionghoa. Pecinan banyak terdapat di kota-kota besar di berbagai negara di mana orang Tionghoa merantau dan kemudian menetap.(Wikipedia)


      Pecinan atau Kampung Cina (atau Chinatown dalam Bahasa Inggris) merujuk kepada sebuah wilayah kota yang mayoritas penghuninya adalah orang Tionghoa. Pecinan banyak terdapat di kota-kota besar di berbagai negara di mana orang Tionghoa merantau dan kemudian menetap seperti di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Asia Tenggara.(sumber)

       Alasan mengapa kelompok kami tertarik mengambil tema Pecinan selain keberadaan klenteng, keunikan lain adalah masih banyak ditemukannya bangunan tempat tinggal yang bercorak ke-Cinaan dengan bentuk atapnya yang khas dan ornamen-ornamen detail lainnya seperti bentuk konsol, daun pintu dan jendela juga sangat menarik menurut kami.

       Kawasan Pecinan Semarang mempunyai kurang lebih tujuh kelenteng yang letaknya tersebar di kawasan tersebut dan diantara ketujuh klenteng tersebut yang terbesar adalah Kelenteng Tay Kak Sie Gang Lombok. Keberadaan klenteng-klenteng tersebut merupakan salah satu keunikan yang dimiliki Pecinan Semarang dibandingkan dengan kawasan Pecinan lain di nusantara, bahkan ada yang menyebut kawasan Pecinan di Semarang sebagai surganya Pecinan di Indonesia dengan eksotika 1001 klenteng dimana hampir di setiap ujung gang di kawasan ini terdapat kelenteng yang masing-masing mempunyai keistimewaan tersendiri.


    Andai saja penanganan wisata pecinan diperlakukan sama seperti penanganan wisata Solo-Selo-Borobudur yang gencar dengan promosinya dan tentunya dengan dukungan pembiayaan-meski hasilnya masih jauh dari yang diharapkan-bukan tidak mungkin kawasan pecinan menjadi salah satu produk unggulan wisata Jateng.

    Kurang berkembangnya pariwisata di Kota Semarang terutama atraksi wisata dan kebudayaan menjadikan kawasan Pecinan potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu alternatif objek wisata di Kota Semarang terutama sebagai kawasan wisata heritage (warisan budaya). Hal ini didukung pula oleh rencana Pemerintah Kota Semarang untuk merevitalisasi Kawasan Pecinan dan menjadikannya sebagai kawasan wisata budaya serta dari Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah yang telah mengadakan penelitian mengenai paket Wisata Pecinan Jawa Tengah, yang salah satunya Paket Eksotika 1001 Klenteng di Semarang. Dukungan terhadap upaya tersebut tidak hanya datang dari pihak pemerintah kota namun juga dari masyarakat, seperti Kopi Semawis (Komunitas Pecinan Semarang untuk Wisata). Kopi Semawis merupakan organisasi kemasyarakatan yang didalamnya terdapat unsur akademisi, budayawan, pengusaha maupun masyarakat keturunan Cina yang peduli akan nasib dan masa depan Kawasan Pecinan Semarang.(sumber)